Selasa, 24 Juni 2025

Pengertian Zona Ekonomi Eksklusif: Delimitasi hingga Fungsi

Pengertian Zona Ekonomi Eksklusif: Delimitasi hingga Fungsi
pengertian Zona Ekonomi Eksklusif

JAKARTA - Pengertian Zona Ekonomi Eksklusif penting dipahami saat membahas kedaulatan laut, khususnya bagi Indonesia sebagai negara kepulauan.

Dengan wilayah laut yang jauh melampaui luas daratannya, Indonesia memiliki tanggung jawab besar dalam melindungi dan mengelola kawasan perairannya.

Dalam konteks kedaulatan maritim Indonesia, konsep Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) memegang peranan krusial. Istilah ini merujuk pada area laut yang terletak di luar batas laut teritorial dan berbatasan langsung dengannya. 

Baca Juga

Pengertian Depresiasi, Ciri, hingga Metode Perhitungannya

Secara sederhana, ZEE adalah batas ketiga laut Indonesia, setelah wilayah laut teritorial dan landas kontinen.

Penetapan zona ini secara resmi diumumkan oleh Menteri Luar Negeri saat itu, Mochtar Kusumaatmadja, pada tanggal 21 Maret 1980. 

Sejak saat itu, ZEE menjadi kerangka hukum yang digunakan untuk mengatur hak-hak eksklusif Indonesia dalam mengelola sumber daya alam di kawasan tersebut, baik yang ada di permukaan laut, kolom air, hingga dasar laut.

Lalu, apa saja manfaat yang ditawarkan oleh ZEE bagi Indonesia? Salah satunya adalah memberikan hak eksplorasi dan pemanfaatan ekonomi secara eksklusif di wilayah tersebut. 

Selain itu, delimitasi atau penentuan batas wilayah ZEE juga penting untuk menghindari sengketa antarnegara, terutama dengan negara-negara tetangga yang memiliki wilayah laut yang berdekatan.

Dengan memahami pengertian Zona Ekonomi Eksklusif, kita dapat lebih menyadari pentingnya menjaga kedaulatan maritim serta potensi besar yang dimiliki Indonesia dalam sektor kelautan dan perikanan.

Pengertian Zona Ekonomi Eksklusif

Pengertian Zona Ekonomi Eksklusif merujuk pada wilayah laut sejauh 200 mil laut dari garis pangkal pantai, di mana sebuah negara memiliki hak penuh untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di dalamnya. 

Di area ini, negara berwenang menjalankan hukum nasional, menetapkan kebijakan pemanfaatan, dan memiliki kebebasan bernavigasi serta mengatur lalu lintas udara di atasnya. Penentuan jarak ZEE dihitung saat air laut dalam kondisi surut. 

Di Indonesia, penerapan resmi ZEE dimulai pada tahun 1980. Dalam wilayah ini, pemerintah berhak mengatur aktivitas eksplorasi dan pemanfaatan sumber daya alam di permukaan laut, dasar laut, maupun kolom air. 

Pemerintah juga memiliki hak untuk melakukan penelitian terhadap sumber daya hayati dan non-hayati.

ZEE menjadi sangat penting mengingat laut menyimpan berbagai kekayaan alam—mulai dari ikan, energi, mineral, hingga fungsi ekologis seperti pengatur suhu bumi dan penghasil uap air yang mendukung siklus hidrologi.

Aturan mengenai ZEE tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983, yang menyebutkan sejumlah hak dan kewajiban Indonesia di kawasan ini. Beberapa di antaranya adalah:

  • Hak eksklusif atas eksplorasi, pengelolaan, dan pelestarian sumber daya alam, baik yang ada di dasar laut maupun di atasnya, termasuk kegiatan seperti pemanfaatan energi dari arus laut, angin, dan gelombang.
  • Kewajiban menjalankan ketentuan hukum laut internasional, termasuk pelestarian lingkungan laut dan pelaksanaan penelitian ilmiah.
  • Yurisdiksi atas pembangunan pulau buatan, struktur lepas pantai, dan instalasi kelautan lainnya.

Hak-hak tersebut dilaksanakan sesuai peraturan nasional, kesepakatan bilateral dengan negara tetangga, serta norma hukum internasional yang berlaku. 

Di dalam ZEE Indonesia, kebebasan pelayaran, lalu lintas udara, serta pemasangan kabel dan pipa bawah laut oleh negara lain tetap diakui sepanjang tidak mengganggu kepentingan nasional.

Gagasan ZEE pertama kali diperkenalkan oleh Kenya pada Januari 1971 dalam forum Komite Hukum Konstitusi Asia-Afrika, dan mulai mendapatkan pengakuan internasional saat dibahas lebih lanjut dalam Komite Dasar Laut PBB. 

Konsep ini kemudian menarik minat banyak negara, termasuk di Asia, Afrika, dan Amerika Latin—yang mengembangkan gagasan serupa dengan istilah berbeda, seperti "laut patrimonial".

Di Indonesia, Menteri Luar Negeri Mochtar Kusumaatmadja secara resmi mengumumkan ZEE pada 21 Maret 1980. Kemudian, pada 22 Agustus 1983, pemerintah mengajukan RUU terkait ZEE ke DPR. 

Setelah melalui proses legislasi, RUU tersebut disetujui pada 18 Oktober 1983 dan disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983.

Dengan luas wilayah sekitar 7,81 juta km² dan perairan mencapai lebih dari 3 juta km², penerapan ZEE mempertegas kedaulatan maritim Indonesia dari Sabang hingga Merauke, mencakup 17.499 pulau yang tersebar di seluruh nusantara.

Delimitasi dari Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)

Saat membahas mengenai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), secara otomatis juga akan menyentuh topik mengenai delimitasi wilayah tersebut. 

Delimitasi sendiri merupakan metode atau proses penentuan batas terluar suatu kawasan dengan tujuan tertentu, termasuk kepentingan pengelolaan wilayah laut. 

Penerapan konsep ini sangat penting karena ZEE berhubungan langsung dengan aspek penetapan batas-batas maritim secara jelas dan sah. Berikut ini adalah penjabaran lebih lanjut mengenai aspek delimitasi dalam konteks Zona Ekonomi Eksklusif:

Batas Terluar

ZEE memiliki batas luar yang terletak di luar wilayah laut teritorial suatu negara. Batas ini tidak boleh melampaui jarak 200 mil laut dari garis dasar pantai, atau sekitar 370,4 kilometer. 

Batas ini ditentukan berdasarkan ketentuan hukum dan kesepakatan internasional yang berlaku, sehingga tidak bisa ditetapkan secara sepihak oleh suatu negara.

Pembatasan Wilayah

Dalam praktiknya, tidak semua negara bisa sepenuhnya mengklaim ZEE sejauh 200 mil laut. Hal ini umumnya terjadi jika wilayah laut suatu negara berdekatan atau bertumpang tindih dengan wilayah negara lain. 

Dalam kasus semacam ini, pembagian wilayah akan diatur berdasarkan prinsip-prinsip hukum laut internasional agar tidak terjadi konflik batas maritim.

Status Pulau di Sekitar Wilayah Laut

Secara umum, pulau-pulau dapat dijadikan sebagai acuan untuk menetapkan wilayah ZEE. Namun, ada kriteria tertentu yang harus dipenuhi sebagaimana tertuang dalam Pasal 121 Ayat (3) Konvensi Hukum Laut. 

Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa formasi batu atau pulau yang tidak dapat menunjang kehidupan manusia secara alami atau tidak memiliki kegiatan ekonomi yang layak tidak dapat dijadikan dasar untuk menetapkan ZEE.

Jadi, meskipun secara umum pulau bisa digunakan sebagai titik referensi ZEE, jika pulau tersebut tidak memenuhi persyaratan yang disebutkan dalam konvensi tersebut, maka keberadaannya tidak dapat dijadikan sebagai dasar klaim Zona Ekonomi Eksklusif.

Wilayah yang Tidak Memiliki Kedaulatan Penuh

Untuk wilayah yang belum merdeka, tidak memiliki pemerintahan sendiri, atau masih berada di bawah kekuasaan kolonial sebagaimana pengakuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), maka pemberlakuan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) tidak dapat diterapkan. 

Hal ini berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Resolusi III dari Konferensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS III), yang menyatakan bahwa hak dan kewajiban yang berlaku di wilayah-wilayah tersebut harus mengikuti ketentuan konvensi. 

Tujuannya adalah untuk memberikan manfaat bagi masyarakat yang tinggal di wilayah itu, sembari mendorong terciptanya keamanan dan pembangunan yang berkelanjutan.

Kawasan Antartika

Dalam perjanjian internasional yang dikenal sebagai Traktat Antartika, yang disepakati pada tahun 1959, ditegaskan bahwa wilayah di selatan lintang 60 derajat selatan tidak dapat diklaim sebagai bagian dari Zona Ekonomi Eksklusif oleh negara manapun. 

Hal ini berlaku untuk negara atau entitas yang berada dalam cakupan geografis traktat tersebut. Seperti telah dibahas sebelumnya, batas terluar dari ZEE tidak boleh melebihi jarak 200 mil laut dari garis dasar pantai. 

Jarak ini dianggap sebagai batas maksimal yang disepakati secara internasional. Meski demikian, negara-negara pesisir memiliki hak untuk mengklaim wilayah ZEE kurang dari 200 mil laut jika mereka menghendakinya. 

Namun, dalam praktiknya, kebanyakan negara cenderung tidak melakukan pengurangan tersebut karena adanya risiko tumpang tindih dengan klaim ZEE negara lain yang berbatasan langsung.

Mengapa Ditetapkan 200 Mil Laut sebagai Batas Maksimal ZEE?

Penentuan jarak 200 mil laut sebagai batas luar ZEE tidak didasarkan pada pertimbangan geografis, biologis, atau ekologis semata, melainkan lebih pada dinamika politik dan sejarah. 

Dalam sejarah perundingan UNCLOS, mayoritas negara pesisir telah menyampaikan klaim terhadap wilayah laut hingga 200 mil laut. 

Negara-negara dari kawasan Afrika dan Amerika Latin, misalnya, banyak yang mengajukan batas tersebut, sehingga angka 200 mil laut menjadi batas yang paling umum dan akhirnya dijadikan standar maksimal secara global.

Seorang pakar bernama Prof. Hollick pernah mengungkap bahwa penetapan batas tersebut terjadi secara tidak sengaja. Negara Chili, sebagai contoh, merasa terdorong untuk melindungi aktivitas perburuan paus di perairan mereka. 

Upaya ini terinspirasi oleh Deklarasi Panama pada tahun 1939. Awalnya, industri perburuan paus hanya meminta zona perlindungan sepanjang 50 mil laut. 

Namun, muncul usulan bahwa diperlukan zona contoh yang lebih luas, dan zona yang diadopsi dari deklarasi Panama dianggap sebagai yang paling relevan.

Namun, seiring berjalannya waktu, banyak terjadi kesalahpahaman mengenai seberapa luas zona yang dimaksud. 

Banyak pihak mengira bahwa zona perlindungan tersebut adalah 200 mil laut, padahal kenyataannya klaim yang diajukan negara-negara berbeda-beda dan sebagian besar tidak melebihi 300 mil laut. 

Karena kesalahan persepsi ini kemudian menjadi umum, batas maksimal ZEE pun akhirnya ditetapkan secara resmi sebesar 200 mil laut.

Fungsi Zona Ekonomi Eksklusif

Berdasarkan uraian mengenai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kawasan ini memiliki berbagai fungsi strategis serta manfaat yang signifikan. 

Oleh karena itu, banyak negara di dunia, termasuk Indonesia, masih memberlakukan ZEE hingga saat ini. Berikut ini sejumlah fungsi dan manfaat utama dari penerapan Zona Ekonomi Eksklusif:

Kepemilikan Sumber Daya Alam

Dengan adanya ZEE, seluruh kekayaan alam yang berada dalam wilayah perairan tersebut secara sah menjadi milik negara pesisir yang menetapkan klaim. 

Di kawasan ini, negara memiliki hak untuk menerapkan hukum, kebijakan navigasi, lalu lintas udara, serta kegiatan pemasangan kabel dan pipa bawah laut.

Hak atas Infrastruktur Laut

ZEE memberikan kewenangan kepada negara untuk membangun dan menggunakan berbagai jenis infrastruktur laut seperti pulau buatan, instalasi, dan struktur pendukung lainnya.

Pelaksanaan Penelitian dan Perlindungan Lingkungan

Negara berhak melakukan penelitian ilmiah kelautan serta upaya pelestarian lingkungan laut di dalam batas-batas ZEE sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Pemanfaatan Biota Laut oleh Masyarakat

Penduduk yang tinggal di sekitar kawasan ZEE dapat menjalankan aktivitas ekonomi, seperti menangkap ikan atau memanfaatkan sumber daya laut lainnya. Namun, seluruh kegiatan ini tetap harus mengikuti peraturan hukum nasional yang berlaku.

Fungsi Pertahanan dan Keamanan

ZEE juga memiliki peran penting dalam menjaga kedaulatan laut suatu negara dari aspek militer dan keamanan. Hal ini sangat relevan bagi Indonesia sebagai negara kepulauan dengan wilayah laut yang sangat luas.

Mencegah Eksploitasi oleh Negara Asing

Zona ini menjadi batas tegas yang melindungi wilayah laut suatu negara dari eksploitasi oleh negara tetangga atau pihak asing yang tidak memiliki hak hukum untuk memanfaatkannya.

Akses terhadap Sumber Daya Global

Negara-negara yang memiliki wilayah pesisir biasanya menguasai sebagian besar sumber daya laut dunia, seperti sekitar 90 persen ikan yang layak jual, 84 persen cadangan minyak global, serta bagian kecil dari cadangan pangan dunia.

Sumber Pendapatan Negara

ZEE dapat menjadi aset ekonomi yang bernilai tinggi jika dikelola secara optimal. Contohnya, kawasan pesisir dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata yang mendatangkan devisa melalui sektor pariwisata.

Penambahan Luas Wilayah Laut

Melalui penerapan ZEE, suatu negara dapat memperluas wilayah yurisdiksi lautnya secara hukum hingga mencapai batas maksimum 200 mil laut.

Penegasan Batas Wilayah Negara

ZEE juga membantu negara dalam memperjelas batas wilayahnya di laut, sehingga meminimalisir potensi konflik perbatasan dan memperkuat posisi hukum di mata internasional.

Sebagai penutup, mengetahui pengertian Zona Ekonomi Eksklusif membantu kita memahami pentingnya menjaga kedaulatan maritim dan mengelola sumber daya laut secara berkelanjutan.

Sindi

Sindi

Insiderindonesia.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Techno Camon 60 vs Poco M6 Pro: Perbandingan Terbaik di Kelas Mid-Range 2025

Techno Camon 60 vs Poco M6 Pro: Perbandingan Terbaik di Kelas Mid-Range 2025

5 Film Netflix yang Banyak Ditonton di Indonesia: Rekomendasi dan Penilaian Berdasarkan Rating Penonton Terbaru

5 Film Netflix yang Banyak Ditonton di Indonesia: Rekomendasi dan Penilaian Berdasarkan Rating Penonton Terbaru

Mengenal Ragoon U9: Perangkat Canggih dengan Fitur Inovatif

Mengenal Ragoon U9: Perangkat Canggih dengan Fitur Inovatif

Mengenal Beberapa Penyebab Keputihan Berwarna Coklat

Mengenal Beberapa Penyebab Keputihan Berwarna Coklat

Apa Itu Swasembada Pangan: Kebijakan hingga Pencapaiannya

Apa Itu Swasembada Pangan: Kebijakan hingga Pencapaiannya