Kamis, 08 Mei 2025

Mencari Arah Eksploitasi Nikel dan Politik Luar Negeri Indonesia: Tantangan dan Peluang di Tengah Keanggotaan OECD dan BRICS

Mencari Arah Eksploitasi Nikel dan Politik Luar Negeri Indonesia: Tantangan dan Peluang di Tengah Keanggotaan OECD dan BRICS
Mencari Arah Eksploitasi Nikel dan Politik Luar Negeri Indonesia: Tantangan dan Peluang di Tengah Keanggotaan OECD dan BRICS

JAKARTA - Keputusan Indonesia untuk bergabung dengan berbagai organisasi kerja sama ekonomi dunia seperti Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dan BRICS menjadi sorotan penting dalam konteks politik luar negeri dan eksploitasi sumber daya alam, khususnya mineral kritis. Langkah ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan politik luar negeri Indonesia sekaligus mencari cara mengembangkan sumber pembiayaan pembangunan. Namun, di balik keputusan ini, ada berbagai tantangan yang harus dihadapi Indonesia, termasuk bagaimana negara ini dapat memanfaatkan potensi sumber daya alam tanpa mengorbankan kepentingan nasional.

Hal ini menjadi pokok pembahasan dalam sebuah diskusi panel yang digelar di Universitas Indonesia, yang membahas secara mendalam tentang hubungan Indonesia dengan organisasi internasional tersebut dan dampaknya terhadap eksploitasi mineral kritis, terutama nikel. Acara ini turut menghadirkan Kepala Pusat Riset Sumber Daya Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Iwan Setiawan, yang memaparkan pentingnya mineral kritis bagi Indonesia dan potensi besar yang dimilikinya.

Indonesia dan Potensi Mineral Kritis: Menjaga Keberlanjutan Sumber Daya

Baca Juga

KAI Logistik Sukses Kelola Pemindahan dan Pengelolaan 55 Unit KRL Afkir di Depo KRL Depok dengan Efisien dan Tepat Waktu

Iwan Setiawan menjelaskan bahwa mineral kritis adalah bahan baku yang sangat dibutuhkan oleh industri lokal, termasuk sektor pertahanan dan keamanan. Lebih lanjut, mineral strategis juga memiliki potensi besar untuk mendatangkan devisa karena banyak dicari oleh industri internasional. “Indonesia juga memiliki logam tanah jarang, tetapi belum semuanya masuk ke kategori mineral kritis karena kebutuhan di industri lokal minim,” ujar Iwan dalam diskusi tersebut.

Saat ini, Indonesia hanya memanfaatkan nikel sebagai salah satu mineral kritis dan strategis yang diproduksi dan diolah. Sementara itu, mineral lain seperti litium, kobalt, dan grafit masih dalam tahap penelitian dan pengembangan, sehingga pemanfaatan dan hilirisasi produk dari mineral-mineral ini belum optimal. Indonesia sebagai negara penghasil nikel terbesar di dunia telah lama mengekspor nikel ke berbagai negara, dengan China menjadi pasar utama. Namun, Ironisnya, meskipun China menghasilkan banyak mineral kritis dan strategis, sebagian besar produksi dalam negeri mereka disimpan untuk memenuhi kebutuhan industri domestik.

Peluang dan Tantangan Keanggotaan OECD: Indonesia Harus Lebih Cermat dalam Bernegosiasi

Menurut Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI), Evi Fitriani, besarnya produksi nikel Indonesia dan ekspornya yang sebagian besar ditujukan ke China menjadi perhatian utama negara-negara Barat. Negara-negara tersebut merasa bahwa praktik ini tidak adil, karena mereka juga menginginkan akses terhadap mineral dan logam tanah jarang Indonesia. Namun, Indonesia memiliki posisi tawar yang cukup kuat dalam situasi ini. Evi mengatakan, “Indonesia memiliki kemampuan untuk melakukan tawar-menawar dengan negara-negara OECD. Jika mereka menginginkan mineral ataupun logam tanah jarang Indonesia, harus ada investasi yang masuk,” tegasnya.

Keanggotaan Indonesia dalam OECD membawa sisi positif, yaitu diberikannya waktu tiga tahun untuk memperbaiki sistem dan lingkungan investasinya. Evi menilai hal ini sebagai kesempatan untuk membenahi praktik investasi dan memperbaiki infrastruktur industri yang berkelanjutan. "Persyaratan yang rumit ini sejatinya akan meningkatkan kualitas dan reputasi Indonesia sebagai negara yang serius mengembangkan industrinya," tambah Evi. Hal ini menjadi titik penting agar Indonesia tidak hanya menjadi negara eksportir bahan mentah tetapi juga mampu mengelola dan memanfaatkan mineralnya secara maksimal.

Persoalan Politik Luar Negeri Indonesia: Mengelola Keuntungan dan Tantangan Global

Dalam pandangan Evi, politik luar negeri Indonesia selama ini cenderung tidak dilandaskan pada kajian yang jelas dan sistematis. Di masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, kebijakan luar negeri Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh kepribadian Presiden dan sistem presidensial yang kuat. "Politik luar negeri Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh kepentingan jangka pendek, tetapi juga harus memperhitungkan hubungan jangka panjang, termasuk dengan negara-negara besar seperti China dan negara-negara OECD," ujar Evi.

Dosen Hubungan Internasional UI, Yeremia Lalisang, juga menambahkan bahwa pengembangan industri nikel di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kebijakan luar negeri yang ada. "Industri nikel Indonesia telah berkembang pesat sejak 2003, dengan lonjakan produksi yang luar biasa pada periode 2014-2019. Namun, jika produksi terus meningkat sementara permintaan global tidak berkembang sesuai ekspektasi, Indonesia akan menghadapi kelebihan produksi yang dapat mempengaruhi masa depan industri smelter dan tenaga kerjanya," ujarnya.

Yeremia juga menyoroti kecenderungan pasar terbesar Indonesia, yaitu China, yang kini mulai beralih ke sumber daya mineral lain seperti litium untuk mendukung ambisi mereka dalam memproduksi kendaraan listrik. "Apakah pemerintah Indonesia sudah memikirkan rencana jangka panjang untuk mengelola kelebihan produksi nikel ini?" tanyanya.

Tantangan Ke Depan: Indonesia Harus Memanfaatkan Potensi Secara Optimal

Dengan perubahan pasar dan dinamika politik luar negeri yang semakin kompleks, Indonesia harus cerdas dalam memanfaatkan sumber daya alamnya, terutama nikel. Selain meningkatkan kapasitas produksi dan pengolahan, Indonesia perlu memperkuat negosiasi internasional dengan negara-negara besar untuk memastikan adanya nilai tambah dan keuntungan bagi negara. Indonesia juga harus memperhatikan keberlanjutan industri pertambangan dan memastikan bahwa pengelolaan sumber daya alam dapat mendukung pembangunan nasional jangka panjang, bukan sekadar untuk memenuhi permintaan pasar global.

Pendaftaran Indonesia untuk menjadi anggota OECD dan partisipasinya dalam BRICS memberikan peluang besar bagi Indonesia untuk memperkuat posisi tawarnya di pasar internasional. Namun, Indonesia harus mampu mengelola tantangan yang muncul, memastikan bahwa eksploitasi sumber daya alam, terutama nikel, memberikan manfaat maksimal bagi pembangunan ekonomi dan sosial negara.

Alif Bais Khoiriyah

Alif Bais Khoiriyah

Insiderindonesia.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Pemkab Merauke Bangun Perumahan untuk Orang Asli Papua (OAP) Lewat Dana Otsus 2025, Sasar 11 Kampung untuk Tingkatkan Kualitas Hunian

Pemkab Merauke Bangun Perumahan untuk Orang Asli Papua (OAP) Lewat Dana Otsus 2025, Sasar 11 Kampung untuk Tingkatkan Kualitas Hunian

Pemprov Jawa Timur Siapkan 20.000 Rumah Murah Bersubsidi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah, Harga Mulai Rp166 Juta dengan Bunga 1persen

Pemprov Jawa Timur Siapkan 20.000 Rumah Murah Bersubsidi untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah, Harga Mulai Rp166 Juta dengan Bunga 1persen

Gibran Tinjau Pertanian NTT: Pemerintah Siap All Out Majukan Petani dan Ketahanan Pangan

Gibran Tinjau Pertanian NTT: Pemerintah Siap All Out Majukan Petani dan Ketahanan Pangan

Energi Terbarukan Jadi Andalan Baru Ekonomi Kepri, BI Dorong Pengembangan Industri Hijau

Energi Terbarukan Jadi Andalan Baru Ekonomi Kepri, BI Dorong Pengembangan Industri Hijau

Harga BBM Resmi Turun di Seluruh SPBU, Berikut Daftar Lengkap Tarif Terbaru di Pertamina, Shell, BP, dan Vivo

Harga BBM Resmi Turun di Seluruh SPBU, Berikut Daftar Lengkap Tarif Terbaru di Pertamina, Shell, BP, dan Vivo