JAKARTA - kota yang dikenal sebagai pusat kebudayaan dan pendidikan, kembali menjadi saksi sebuah pertemuan bersejarah antara dua tokoh yang memiliki ikatan erat di masa lalu. Di salah satu sudut Jalan Kaliurang, Galeri Joko Timun menjadi saksi pertemuan hangat antara Anies Baswedan, tokoh nasional, dan Joko Timun, pelukis kenamaan Indonesia. Pertemuan tersebut bukan hanya sekadar silaturahmi biasa, tetapi juga sebuah pertemuan yang menghidupkan kembali kenangan perjuangan masa lalu.
Bagi Anies Baswedan dan Joko Timun, pertemuan ini merupakan kesempatan untuk mengenang masa-masa mereka sebagai aktivis mahasiswa yang dulu bersama-sama berbagi semangat perjuangan. Joko Timun, yang dikenal sebagai pelukis dengan gaya unik, menceritakan pertemuan pertama kali mereka yang terjadi secara tak sengaja pada bulan Ramadan lalu di kawasan Gudeg Sagan, Yogyakarta.
Pertemuan Tak Terduga di Yogyakarta
Joko Timun, yang pada saat itu bersama dengan Khosim, anak buah Brotoseno, menyebutkan bahwa pertemuan tersebut terasa sangat istimewa karena terjadi setelah sekian lama mereka tidak bertemu. "Saya ketemu Mas Anies di UGM waktu Ramadan, di Gudeg Sagan. Saya waktu itu sama Khosim, anak buahnya Brotoseno. Dulu saya kenal Anies waktu kuliah, jadi aktivis juga, ya teman Brotoseno juga. Tapi waktu itu Mas Anies padat acaranya,” ujar Joko Timun, mengenang momen tersebut.
Meski hanya sebentar, pertemuan itu membuka kesempatan bagi Joko untuk mengungkapkan niatnya yang sudah lama terpendam. “Saya bilang, saya akan melukis dirimu,” kenangnya.
Namun, jauh sebelum pertemuan tersebut, Joko Timun sudah lebih dulu mengabadikan sosok Anies dalam sebuah lukisan. Pada tahun 2022, ia menuangkan ekspresinya terhadap Anies Baswedan dengan melukis potret dirinya dalam balutan seragam gubernur DKI Jakarta. “Alasannya, ya untuk mengenang masa-masa muda sewaktu jadi aktivis. Masa-masa perjuangan waktu itu,” jelas Joko Timun.
Lukisan sebagai Penghormatan
Lukisan Anies Baswedan yang dibuat oleh Joko Timun sempat mengejutkan H. Abdul Muhaimin, pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ummahat, Kotagede, Yogyakarta, saat berkunjung ke galeri milik Joko. “Gus Muhaimin kaget, ‘Lho, kok ada lukisan Anies Baswedan?’” kata Joko sambil tertawa. Bagi Joko, lukisan tersebut bukan hanya sekadar karya seni, tetapi juga sebagai bentuk penghargaan terhadap sahabat lama yang kini menjalani jalan hidup yang berbeda.
“Bedanya dia pernah jadi rektor, menteri, gubernur DKI. Kalau saya ya jadi pelukis terus,” ujarnya dengan nada berseloroh. Meskipun sudah memiliki jalur karier yang berbeda, ikatan persahabatan mereka tetap terjaga hingga kini.
Tak disangka, setelah percakapan ringan itu, Gus Muhaimin menyarankan agar Anies Baswedan berkunjung ke galeri Joko Timun ketika berada di Yogyakarta. Dan saran tersebut menjadi kenyataan. Anies Baswedan datang langsung ke galeri yang terletak di Jalan Kaliurang, Sleman, Yogyakarta. Pertemuan itu berlangsung dengan penuh kehangatan, menghidupkan kembali kenangan masa lalu mereka.
Menghidupkan Kembali Kenangan Masa Lalu
Bagi Joko, lukisan itu memiliki makna yang lebih dalam dari sekadar karya seni. Ia mengungkapkan bahwa meskipun mereka berbeda angkatan, keduanya tetap memiliki ikatan kuat sebagai sesama aktivis kampus yang sering berinteraksi satu sama lain. “Dulu sama-sama main bareng. Ini sekaligus membuktikan bahwa Mas Anies dalam berteman bisa dengan siapa saja, termasuk seniman,” ujar Joko Timun.
Joko juga menyayangkan anggapan yang berkembang bahwa Anies Baswedan berjarak dengan kalangan seniman. Menurutnya, sejak dulu Anies dikenal dekat dengan berbagai kalangan tanpa memandang latar belakang. “Mungkin hanya framing yang membuat kesan itu muncul, padahal tidak demikian,” katanya.
Simbol Keterhubungan Seni, Aktivisme, dan Kepemimpinan
Pertemuan antara Anies Baswedan dan Joko Timun di galeri seni ini bukan hanya menghidupkan nostalgia, tetapi juga memperlihatkan keterhubungan yang erat antara seni, aktivisme, dan kepemimpinan. Di dalam galeri yang penuh dengan warna dan ekspresi ini, persahabatan lama mereka kembali menyala, membuktikan bahwa perjuangan tidak selalu harus dilakukan dengan cara yang lantang—kadang, perjuangan juga bisa diwujudkan melalui sapuan kuas dan percakapan hangat di antara sahabat.
Bagi Joko, pertemuan ini mengingatkan kembali bahwa persahabatan yang terjalin di masa lalu tetap hidup dalam karya seni dan kenangan yang tak lekang oleh waktu. Begitu pula bagi Anies, momen ini menjadi pengingat bahwa perjalanan hidupnya tak hanya dihiasi oleh peran-peran besar dalam dunia politik, tetapi juga oleh ikatan dengan sahabat-sahabat yang pernah berjuang bersama di masa muda.
Dengan mengangkat kisah persahabatan ini, kita diajak untuk merenungkan bahwa dalam perjalanan hidup, pertemuan-pertemuan dengan orang-orang yang pernah berbagi semangat dan perjuangan akan selalu menyimpan nilai-nilai yang tak ternilai. Seperti halnya Anies Baswedan dan Joko Timun, persahabatan mereka adalah cermin dari perjalanan panjang yang saling menguatkan di antara dua dunia yang berbeda.