Kenaikan Harga Kelapa di Solo Tekan Pelaku Usaha Kuliner, Wali Kota Respati Ambil Langkah Koordinasi

Jumat, 09 Mei 2025 | 08:45:14 WIB
Kenaikan Harga Kelapa di Solo Tekan Pelaku Usaha Kuliner, Wali Kota Respati Ambil Langkah Koordinasi

JAKARTA – Kenaikan harga kelapa yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir mulai berdampak signifikan pada sektor usaha kuliner di Kota Solo. Menyikapi situasi ini, Wali Kota Solo Respati Ardi menyatakan akan segera berkoordinasi dengan pemerintah pusat, khususnya Kementerian Pertanian, guna mencari solusi dalam menstabilkan harga bahan pokok tersebut.

Lonjakan harga kelapa yang kini mencapai Rp14.000 hingga Rp15.000 per butir dinilai membebani pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang banyak bergantung pada kelapa sebagai bahan baku utama, terutama di industri kuliner lokal.

“Kami akan segera komunikasikan ke Kementerian terkait stabilitas harga kelapa karena menyangkut UMKM di Kota Solo,” ujar Wali Kota Respati Ardi.

Harga Kelapa Meroket Dua Kali Lipat, Pedagang dan Konsumen Menjerit

Widodo, seorang pedagang kelapa parut di Pasar Legi asal Grogol, Sukoharjo, mengaku turut merasakan dampak langsung kenaikan harga tersebut. Ia menyebut, harga kelapa yang sebelumnya hanya Rp7.000 hingga Rp8.000 per butir, kini melonjak hingga Rp13.000 di tingkat eceran.

“Dulu tidak sampai segitu, paling Rp7.000-8.000,” ungkap Widodo.

Menurutnya, lonjakan harga kelapa ini terjadi secara bertahap sejak tahun lalu dan mulai mencapai titik kritis pada awal 2025. Widodo yang biasa menyetok kelapa dari wilayah Bantul, kini hanya mampu menjual 50 hingga 60 butir per hari, turun drastis dari sebelumnya 100 butir per hari.

“Harga naik itu malah kasihan pembeli, mereka kan buat dijual juga bikin makanan,” ujarnya prihatin.

Ia menambahkan bahwa konsumen yang biasanya membeli dalam jumlah besar, kini mengurangi pembelian mereka menjadi setengah dari jumlah biasa, yang secara langsung berdampak pada omzet hariannya.

Pelaku Usaha Kuliner Terpaksa Naikkan Harga Jual Produk

Tak hanya pedagang, pelaku usaha kuliner juga mengeluhkan kondisi ini. Yohana, pemilik usaha serabi di Solo, mengatakan dirinya harus melakukan penyesuaian harga pada produk jualannya untuk tetap menutup biaya produksi tanpa mengurangi kualitas bahan baku.

“Kita tidak mengurangi (bahan baku). Resep tetap, kita tidak merubah, tetap. Karena nanti takutnya kualitasnya beda,” tutur Yohana.

Harga serabi original yang sebelumnya dijual Rp2.500 per biji, kini naik menjadi Rp3.000 per biji. Kenaikan ini dinilai sebagai pilihan yang lebih baik dibanding mengorbankan rasa dan kualitas produk.

Yohana juga menyatakan bahwa jika harga kelapa terus melonjak, maka tidak tertutup kemungkinan harga kuliner lainnya juga akan naik, yang berisiko menurunkan daya beli pelanggan.

Dampak Ekonomi dan Strategi Pemerintah Kota

Kenaikan harga kelapa tidak hanya memengaruhi transaksi jual beli, tetapi juga mengganggu stabilitas sektor kuliner sebagai salah satu penopang ekonomi kreatif lokal di Solo. UMKM kuliner, yang merupakan mayoritas pelaku usaha di kota ini, berada dalam posisi sulit untuk menjaga keseimbangan antara biaya produksi dan harga jual.

Pemerintah Kota Solo menyadari bahwa lonjakan harga kelapa juga menyangkut mata rantai distribusi dan produksi pertanian. Oleh karena itu, Wali Kota Respati menilai perlunya sinergi lintas sektor antara pemerintah daerah, pusat, dan pelaku usaha untuk menjawab permasalahan ini secara komprehensif.

“Kami ingin agar pelaku usaha kecil tidak terbebani sendirian, dan harga bahan pokok seperti kelapa bisa kembali stabil agar roda perekonomian tetap berjalan baik,” tegas Respati.

Harapan ke Depan

Dengan adanya respons cepat dari Wali Kota dan sorotan terhadap distribusi pasokan dari daerah lain seperti Bantul, para pelaku usaha berharap solusi jangka menengah hingga panjang dapat segera ditemukan. Beberapa pihak juga menyarankan agar pemerintah mendorong efisiensi distribusi antar daerah dan membuka jalur suplai alternatif guna menghindari ketergantungan yang terlalu tinggi pada satu wilayah penghasil.

Jika stabilisasi harga tidak segera tercapai, dikhawatirkan akan terjadi efek domino pada sektor kuliner dan perdagangan kecil lainnya di Solo, termasuk kemungkinan penurunan produksi dan kehilangan lapangan kerja informal.

Kondisi ini menunjukkan pentingnya perhatian terhadap fluktuasi harga komoditas lokal dan keterkaitannya dengan kelangsungan UMKM sebagai tulang punggung ekonomi kota.

Terkini