JAKARTA — Energi terbarukan mulai dilirik sebagai pilar baru perekonomian Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), seiring dengan meningkatnya kesadaran terhadap pentingnya transisi energi bersih. Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kepri menilai sektor ini memiliki potensi besar untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah di masa mendatang, melengkapi sektor industri pengolahan dan perdagangan yang selama ini menjadi motor utama.
Kepala Perwakilan BI Kepri, Rony Widijarto, menegaskan bahwa pengembangan energi hijau di wilayah Kepri tidak hanya memungkinkan dari sisi geografis, tetapi juga telah menunjukkan hasil konkret, seperti produksi panel surya di kawasan industri. “Pembangunan kawasan industri hijau dan transisi energi akan membuka peluang peningkatan permintaan panel surya,” ujar Rony dalam keterangan resmi yang diterima di Batam.
Optimisme tersebut diperkuat oleh data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat pertumbuhan ekonomi Kepri pada triwulan I 2025 mencapai 5,16 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka ini menempatkan Kepri sebagai provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi ketiga di Pulau Sumatera, melampaui pertumbuhan triwulan sebelumnya yang berada di angka 5,14 persen (yoy).
Pendorong utama pertumbuhan ekonomi Kepri masih berasal dari sektor industri pengolahan, yang tumbuh sebesar 7,30 persen (yoy). Di sisi lain, sektor perdagangan juga mencatat kinerja impresif dengan pertumbuhan sebesar 10,29 persen (yoy), didorong oleh tingginya aktivitas konsumsi masyarakat selama perayaan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).
Dari sisi pengeluaran, ekspor bersih mencatat lonjakan signifikan sebesar 14,47 persen (yoy), menunjukkan peningkatan permintaan global atas produk-produk unggulan Kepri. Selain itu, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi tumbuh sebesar 3,27 persen (yoy), mencerminkan adanya peningkatan aktivitas industri dan pembangunan infrastruktur. Konsumsi rumah tangga juga turut menopang pertumbuhan dengan kontribusi sebesar 3,15 persen (yoy).
Namun demikian, tantangan tetap ada, terutama dalam menjaga stabilitas harga. Inflasi Kepri pada April 2025 tercatat sebesar 0,59 persen secara bulanan (month-to-month/mtm), naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 0,38 persen. Meski demikian, secara tahunan, inflasi masih terkendali di angka 2,56 persen (yoy), masih berada dalam batas target nasional.
Komoditas yang paling berkontribusi terhadap inflasi pada periode tersebut antara lain adalah emas perhiasan, cabai merah, dan daging ayam ras, utamanya karena meningkatnya permintaan menjelang dan selama Idulfitri.
Rony menjelaskan bahwa pengendalian inflasi di Kepri berhasil dijaga berkat koordinasi yang kuat antara berbagai pihak. “Bank Indonesia akan terus bersinergi dengan TPID dan pemerintah daerah untuk menjaga stabilitas harga dan mendukung pertumbuhan sektor-sektor baru,” tegasnya.
BI Kepri bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) telah melakukan berbagai langkah strategis pada April 2025 untuk menstabilkan harga kebutuhan pokok. Beberapa upaya tersebut termasuk pelaksanaan rapat koordinasi TPID, publikasi informasi inflasi melalui media sosial dan radio, penanaman perdana cabai di lahan Kogabwilhan I, serta penyelenggaraan Bazar Pangan Murah di Kedai Pangan TPID.
Ke depan, penguatan sinergi antarlembaga akan difokuskan pada peningkatan produksi pangan lokal, penguatan kerja sama antar daerah, dan pelaksanaan pasar murah sebagai upaya menjaga daya beli masyarakat.
Seiring meningkatnya perhatian terhadap ekonomi hijau dan transisi energi, pengembangan sektor energi terbarukan di Kepri diyakini akan menjadi peluang strategis. Wilayah Kepri yang kaya potensi sinar matahari dan memiliki posisi geografis strategis dinilai sangat cocok untuk pengembangan industri panel surya dan energi alternatif lainnya.
Dengan dukungan kebijakan dari otoritas moneter dan pemerintah daerah, Kepri berpeluang besar menjadi pionir kawasan industri hijau di Indonesia. Hal ini sekaligus akan membuka lapangan kerja baru, meningkatkan investasi, serta menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.