Selasa, 29 April 2025

Indonesia Belum Capai Target Energi Terbarukan: IESR Serukan Perbaikan Iklim Investasi

Indonesia Belum Capai Target Energi Terbarukan: IESR Serukan Perbaikan Iklim Investasi
Indonesia Belum Capai Target Energi Terbarukan: IESR Serukan Perbaikan Iklim Investasi

Jakarta – Meskipun pemerintah Indonesia menetapkan target ambisius untuk mencapai bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2024 sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014, realisasi target ini tampaknya masih jauh dari jangkauan. Laporan terbaru dari Capaian Sektor ESDM 2024 mengungkapkan, pencapaian ini kemungkinan besar tidak akan tercapai. Target investasi di sektor energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE), yang dipatok mencapai USD2,6 miliar, hanya terealisasi sebesar USD1,8 miliar. Hal ini menandai kurang optimalnya realisasi target energi terbarukan di Indonesia, Kamis, 20 Februari 2025.

Institute for Essential Services Reform (IESR) menyoroti bahwa iklim investasi yang masih belum kondusif adalah penyebab utama dari kegagalan penyerapan investasi tersebut. Beberapa faktor struktural, termasuk struktur industri kelistrikan yang tidak efisien, kebijakan dan regulasi yang masih perlu perbaikan, serta risiko negara dan preferensi terhadap batubara melalui kebijakan domestic market obligation (DMO), dianggap menghambat aliran investasi menuju sektor energi terbarukan.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menyatakan bahwa “Untuk mencapai target ini, pemerintah harus fokus pada perbaikan iklim investasi melalui peningkatan kualitas kebijakan dan regulasi, reformasi terhadap kebijakan DMO batu bara, subsidi energi, dan juga proses pengadaan pembangkit di PLN." Fabby menekankan perlunya penyederhanaan perizinan dan insentif fiskal yang bisa menarik lebih banyak investasi dalam proyek energi terbarukan.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), capaian bauran energi terbarukan di tahun 2024 diperkirakan hanya naik satu persen dari 13,9 persen di 2023 menjadi 14,1 persen. "Angka tersebut terbilang kecil jika dibandingkan dengan target bauran yang mesti dicapai pada 2024 adalah 19,5 persen," ujar Fabby dalam sebuah rilis resmi, Jumat, 14 Februari 2025. IESR telah berulang kali mendorong pemerintah untuk mengevaluasi strategi dan menyiapkan langkah-langkah inovatif guna mengatasi stagnasi dalam mencapai target energi terbarukan ini.

Fabby juga menggarisbawahi potensi kemitraan internasional, seperti program Just Energy Transition Partnership (JETP), yang dapat menyediakan pendanaan bagi proyek-proyek energi terbarukan strategis. Namun, menurutnya, "Pemerintah harus bergerak lebih cepat dalam menyiapkan proposal proyek yang bankable, dan mereformasi kebijakan yang menghambat pengembangan energi terbarukan." Ia menekankan pentingnya pembenahan implementasi JETP, terutama pasca adanya pergantian pemerintahan.

Meskipun terdapat rencana untuk menunda target bauran energi terbarukan 23 persen hingga 2030, Fabby menyoroti pentingnya upaya berkelanjutan pada tahun ini. Dengan adanya pembatasan anggaran, pemerintah diminta untuk lebih efektif dalam memanfaatkan investasi swasta dan publik di sektor energi terbarukan.

Salah satu sinyal positif yang diterima adalah keputusan pemerintah untuk merencanakan pensiun dini bagi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon dan menggantinya dengan energi terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB). "Proses pensiun dini PLTU Cirebon I dapat menjadi pelajaran penting untuk upaya serupa di tempat lain," ungkap Fabby. Namun, ia mengkritisi lambannya proses keputusan final terkait rencana ini, yang telah dimulai sejak 2022 namun belum tuntas.

Selain itu, dalam hal produksi batubara, Fabby memperingatkan bahwa kenaikan produksi batubara yang mencapai 836 juta ton pada tahun ini, jauh melebihi target 710 juta ton, menciptakan kesan melemahnya komitmen transisi energi Indonesia. Ia menyarankan pemerintah untuk menghitung manfaat dan biaya untuk penutupan PLTU secara bertahap hingga 2050, mempertimbangkan dampaknya terhadap biaya produksi listrik dan subsidi listrik dalam jangka panjang.

Penguatan sinergi antarinstansi pemerintah dianggap penting oleh Fabby. Sinergi antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Investasi dan Hilirisasi, Kementerian Keuangan, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Bappenas, dan Kementerian Luar Negeri, menurutnya, perlu diperkuat untuk menciptakan kebijakan yang lebih harmonis dan menarik bagi para investor.

Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, pemerintah Indonesia diharapkan dapat lebih gesit dan inovatif dalam mencapai target bauran energi terbarukan dan menarik lebih banyak investasi di sektor ini.

Tri Kismayanti

Tri Kismayanti

Insiderindonesia.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Eddy Soeparno Dorong Pelajar Indonesia Belajar Transisi Energi dari China Kita Harus Belajar dari Keberhasilan Mereka

Eddy Soeparno Dorong Pelajar Indonesia Belajar Transisi Energi dari China Kita Harus Belajar dari Keberhasilan Mereka

Pemerintah Wajibkan Manajemen Energi untuk Industri dan Gedung, Permen ESDM No. 8 Tahun 2025 Resmi Berlaku

Pemerintah Wajibkan Manajemen Energi untuk Industri dan Gedung, Permen ESDM No. 8 Tahun 2025 Resmi Berlaku

PLN Manfaatkan Kelebihan Produksi Hidrogen Jadi Energi Murah dan Ramah Lingkungan

PLN Manfaatkan Kelebihan Produksi Hidrogen Jadi Energi Murah dan Ramah Lingkungan

Gubernur Kaltim Janji Tindaklanjuti Kasus Kematian Ketua Adat dan Larang Hauling Batu Bara di Jalan Umum

Gubernur Kaltim Janji Tindaklanjuti Kasus Kematian Ketua Adat dan Larang Hauling Batu Bara di Jalan Umum

Pemerintah Terbitkan Dua Aturan Baru Royalti Minerba, Berlaku Mulai 26 April 2025

Pemerintah Terbitkan Dua Aturan Baru Royalti Minerba, Berlaku Mulai 26 April 2025