JAKARTA - Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Maluku Utara mengumumkan akan melakukan penyelidikan mendalam terhadap dugaan penjualan bijih nikel sitaan oleh PT Wahana Karya Mandiri (PT WKM). Informasi ini datang menyusul laporan terkait aktivitas penjualan yang mencurigakan dari salah satu perusahaan tambang di provinsi tersebut.
Latar Belakang Kasus
Dugaan penjualan ini melibatkan bijih nikel (ore nikel) yang seharusnya merupakan barang sitaan negara. Berdasarkan laporan yang diterima polisi, PT WKM dituduh telah menjual ore nikel hasil sitaan pengadilan yang seharusnya diserahkan kepada pemerintah daerah. Komplotan ini pertama kali terungkap ketika Koordinator Konsorsium Advokasi Tambang (KATAM) Maluku Utara, Muhlis Ibrahim, mempublikasikan data bahwa sebanyak 90 ribu metrik ton ore nikel sudah terjual.
"Dari data yang kami dapat, ada sekitar 90 ribu metrik ton ore nikel yang sudah terjual. Ore tersebut adalah milik PT Kemakmuran Pertiwi Tambang (PT KPT) yang sudah siap untuk diproduksi. Namun, dalam proses aktivitasnya, izin usaha pertambangan (IUP) PT KPT dicabut dan diserahkan ke PT WKM," ujar Muhlis.
Konteks Hukum
Kasus ini mengambil liku-liku hukum menarik ketika konflik legal antara PT KPT dan PT WKM berujung di pengadilan, hingga mencapai Mahkamah Agung (MA). Pada akhirnya, PT WKM diakui secara hukum berhak atas IUP yang sebelumnya dipegang PT KPT. Namun, polemik ini tidak berhenti di situ, karena ada spekulasi besar yang timbul mengenai sumber dan penjualan bijih nikel tersebut.
**Kerugian Pemerintah dan Pertanyaan Dana Jaminan Reklamasi**
Lebih lanjut, Muhlis menjelaskan bahwa dalam laporan hasil verifikasi (LHV), kerugian pemerintah daerah dari penjualan ore nikel tersebut diperkirakan mencapai Rp30 miliar. Hal ini menjadi keprihatinan besar bagi masyarakat Maluku Utara yang merasa bahwa aset daerah dieksploitasi tanpa memberikan manfaat yang seimbang bagi masyarakat setempat.
"Kerugiannya tidak kecil, mencapai sekitar Rp30 miliar, dan masyarakat Maluku Utara berhak untuk meminta kejelasan akan hal ini," tegas Muhlis.
Selain itu, KATAM turut mempersoalkan dana jaminan reklamasi yang selama empat tahun berturut-turut tidak dipenuhi oleh PT WKM. Berdasarkan surat Pemerintah Provinsi Maluku Utara Nomor 340/5c./2018, dana jaminan reklamasi yang disepakati mencapai Rp13.454.525.148. Namun, hingga kini PT WKM hanya melakukan penyetoran sebanyak satu kali pada tahun 2018 senilai Rp124.120.000.
“Ini adalah suatu pelanggaran jelas terhadap kewajiban yang telah ditetapkan. Pemerintah harus tegas dalam menagih dan menindak pihak PT WKM sesuai peraturan yang berlaku,” Muhammad mengingatkan.
Penegakan Hukum dan Langkah Selanjutnya
Dalam laporan resminya, Kombes Pol Edy Wahyu, Direktur Reskrimum Polda Maluku Utara, menyatakan akan segera melakukan penyelidikan menyeluruh atas tuduhan ini. "Kami akan lakukan penyelidikan terkait dugaan penjualan bijih nikel oleh PT WKM," katanya. Langkah tegas ini diambil untuk memastikan tidak ada eksploitasi ilegal yang berlangsung tanpa ada tindakan hukum yang diambil.
Kondisi Sementara dan Spekulasi
Sejauh ini, informasi yang ada menyebutkan bahwa ore yang disita untuk negara awalnya berjumlah 300 ribu ton. Namun, saat ini belum ada kepastian apakah seluruh ore tersebut telah dijual oleh perusahaan tambang yang bersangkutan atau tidak. Penyidikan yang lebih mendalam diharapkan akan mengungkap skala sebenarnya dari operasi penjualan ilegal ini dan memastikan para pihak yang terlibat mendapatkan hukuman yang setimpal.
Laporan ini menyadarkan kita tentang pentingnya pengawasan yang lebih ketat dalam proses penyerahan dan pengelolaan aset negara, terutama dalam industri pertambangan yang memiliki nilai ekonomi sangat tinggi. Pemanfaatan sumber daya alam yang tidak bertanggung jawab tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mempengaruhi masyarakat lokal yang berhak atas pemanfaatan sumber daya tersebut. Dengan perhatian yang diberikan oleh pihak kepolisian dan masyarakat, diharapkan bahwa keadilan bisa ditegakkan dan ketidakberesan hukum seperti ini dapat dicegah di masa mendatang.