
JAKARTA - Pasar saham Indonesia mengalami tekanan berat seiring dengan kemunduran tajam harga saham emiten milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebagai salah satu pilar utama Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), kinerja melemah saham-saham BUMN ini turut menekan indeks ke level lebih rendah.
Pada akhir pekan perdagangan Jumat (2/3), IHSG ditutup di level 6.270, mencatat penurunan sebesar 11,43 persen sejak awal tahun 2025. Tercatat, aliran dana asing di pasar reguler menunjukkan arus keluar mencapai Rp 17,2 triliun sejak awal tahun ini. Ini menjadi salah satu indikasi ketidakpercayaan investor terhadap pasar saham domestik.
Indeks BUMN20, yang melibatkan 20 saham emiten BUMN, tidak luput dari tekanan. Bahkan, indeks ini mengalami penurunan lebih dalam, yakni 13,15 persen sepanjang tahun ini. Dari keseluruhan konstituen yang tercatat dalam indeks ini, hanya saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berhasil menunjukkan performa positif dengan penguatan sebesar 3,93 persen menuju Rp 1.585 per saham.
Tragisnya, 19 saham lainnya dalam indeks tersebut mengalami koreksi signifikan. Sebagai contoh, saham PT PP (Persero) Tbk (PTPP) mengalami penurunan terdalam dengan anjloknya harga saham sebesar 31,55 persen menuju Rp 230 per saham. Saham PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) juga mengalami penurunan tajam masing-masing sebesar 29,18 persen menjadi Rp 2.330 per saham dan 26,75 persen menuju Rp 835 per saham.
Direktur Utama PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman, mengungkapkan bahwa hingga Desember 2024, sebanyak 12 BUMN dan anak usaha yang terintegrasi dalam Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) memiliki kapitalisasi pasar mencapai Rp 1.893 triliun. Angka ini mewakili sekitar 15 persen dari total kapitalisasi pasar di BEI.
Dalam hal nilai perdagangan, emiten BUMN bersama anak usahanya menyumbang sekitar 27 persen dari total nilai transaksi yang terjadi di BEI sepanjang 2024. Kontribusi BUMN terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga tidak kalah signifikan, menyentuh angka Rp 439 triliun, dengan kontribusi dari pajak dan dividen mencapai Rp 520 triliun. Selain itu, total dividen dari emiten BUMN yang terdaftar mencapai Rp 67 triliun selama tahun yang sama.
Menurut Iman, optimisme masih tersisa bahwa kinerja emiten BUMN serta keberadaan BPI Danantara dapat menjadi katalis positif bagi IHSG. "Diharapkan ada peningkatan pendapatan yang mendorong kenaikan kapitalisasi pasar. Selain itu, dividen yang dibayarkan dapat menarik minat investor," jelasnya di Gedung BEI pada Jumat (28/2).
Ia juga menggarisbawahi bahwa saham-saham BUMN yang telah melantai di bursa memiliki sejarah kinerja yang positif. Sebagai contoh, saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) telah mengalami pertumbuhan signifikan lebih dari 4.700 persen sejak melakukan initial public offering (IPO). Saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) juga menunjukkan kinerja baik dengan kenaikannya mencapai sekitar 3.300 persen dan 1.326 persen sejak IPO mereka.
Iman optimistis bahwa meskipun ada tekanan saat ini, kinerja historis ini akan kembali menjadi titik menarik bagi investor, baik domestik maupun internasional. Dengan demikian, peluang untuk perbaikan akan semakin terbuka, terutama bila kebijakan ekonomi dan langkah strategis dari BUMN dapat diselaraskan dengan kebutuhan pasar.
Meski terdapat tantangan yang signifikan, harapan terhadap kebangkitan saham BUMN tetap ada, terutama jika didukung oleh kebijakan pemerintah yang pro-pasar serta strategi bisnis yang solid dari masing-masing emiten. Terlebih, peran aktif BUMN dalam pembangunan infrastruktur dan penyerapan tenaga kerja menjadi nilai tambah yang tidak bisa diabaikan.
Untuk investor, tantangan ini dapat menjadi kesempatan untuk melakukan akumulasi saham-saham dengan fundamental kuat yang sedang terdiskon. Mengingat potensi besar yang dimiliki oleh BUMN, penguatan kinerja saham-saham ini di masa mendatang sangat mungkin terjadi, apabila didukung oleh pembenahan internal dan pengelolaan yang lebih profesional.
Dengan keseimbangan antara optimisme dan kewaspadaan, saham-saham emiten BUMN diharapkan dapat kembali menguat dan memberikan kontribusi positif bukan hanya kepada para pemegang saham, tetapi juga bagi pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan. Bagi investor, langkah bijaksana dan analisa mendalam akan menjadi kunci dalam memanfaatkan potensi pasar yang ada.
Melalui strategi yang tepat dan dukungan kebijakan yang kondusif, saham-saham BUMN diharapkan bisa bangkit kembali, menjadi daya tarik investor, dan memberikan imbal hasil yang signifikan di masa depan.

Yoga
Insiderindonesia.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.