Ketidakpastian Penyaluran FLPP 2025 Ancam Industri Perumahan, Pengembang Desak Formula Pembiayaan Baru
- Rabu, 19 Februari 2025

JAKARTA - Di tengah industri properti Indonesia yang sedang bergolak, lima asosiasi pengembang terkemuka di tanah air menyoroti persoalan serius terkait tersendatnya penyaluran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk tahun 2025. Mereka menyarankan agar pihak perbankan segera memformulasikan skema pembiayaan baru yang sebanding dengan FLPP. Hal ini disampaikan dalam sebuah konferensi pers di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang menjadi sorotan tajam publik dalam beberapa pekan terakhir.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Realestat Indonesia (REI), Joko Suranto, mengutarakan keresahan pengembang yang hingga saat ini masih belum memperoleh kejelasan dari pemerintah mengenai keberlanjutan FLPP tersebut. "Kami sebagai pengusaha mengambil posisi bahwa untuk saat ini kami mendorong perbankan untuk menemukan formula baru, cara pembiayaan baru yang setara dengan FLPP," ujarnya. Menurut Joko, ketidakpastian dalam perubahan skema FLPP ini berimplikasi langsung pada penghambatan penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi yang sangat dinantikan oleh masyarakat berpenghasilan rendah.
Bagi banyak pihak, terutama perbankan, situasi ini menciptakan ketidaknyamanan. Mulai dari target yang gagal tercapai hingga anjloknya minat nasabah dalam membeli rumah. Joko menilai, beberapa bank telah menunjukkan komitmen untuk menciptakan formula pembiayaan baru setara FLPP. Namun demikian, sejauh ini masih dibutuhkan langkah nyata serta dukungan penuh dari pemerintah dan institusi terkait agar upaya ini bisa membuahkan hasil.
Industri properti yang menjadi salah satu tulang punggung ekonomi nasional kini juga mengalami ancaman serius karena kebijakan yang dinilai menahan laju FLPP ini. Joko memaparkan, kebijakan ini menimbulkan turbulensi yang berdampak langsung pada arus kas pengembang dan stabilitas perbankan. "Setiap usaha pengembang tidak boleh mengalami penghentian seketika atau mengalami kenaikan dan penurunan yang tidak beraturan," pungkasnya.
Dalam sesi diskusi tersebut, Joko juga menjelaskan bahwa skema baru yang diharapkan harus menyertakan collateral atau jaminan yang terjaga dari segi perizinan, legalitas, dan kapasitas. "Pertama dari kolateral, yang kedua adalah dari sisi market jadi emisi market kan sudah ketahuan, berapa mereka," jelasnya.
Sementara itu, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Junaidi Abdillah, menambahkan bahwa para investor maupun pengembang sangat mengharapkan keamanan dan perlindungan dari pemerintah. "Investor atau pengembang mengharapkan keamanan dan perlindungan dari pemerintah. Kami perlu dukungan konkret untuk memastikan kelangsungan industri ini," jelas Junaidi, yang juga berharap dapat bertemu langsung dengan Presiden Prabowo Subianto untuk menyampaikan situasi darurat yang dihadapi para pengembang.
Sejalan dengan itu, Ketua Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra), Ari Tri Priyono, juga menuturkan kekhawatirannya. Ia menyebutkan, seharusnya Program 3 Juta Rumah sudah banyak yang terbangun. Namun selama beberapa bulan terakhir, isu FLPP yang tak kunjung usai justru memperlambat proses ini. "Pengembang merasa takut dengan ketidakpastian ini, makanya kami ingatkan," katanya.
Menurut informasi yang beredar sebelumnya, ribuan calon pembeli rumah kini terkatung-katung karena penyaluran FLPP tertahan. Joko Suranto menyoroti bahwa perbankan saat ini sedang menggodok rencana perubahan skema sumber pembiayaan FLPP antara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan perbankan dari semula 75:25 menjadi 50:50. "Ketidakpastian itu membuat calon pembeli terkatung-katung. Penjualan rumah pun tertunda, sehingga mempengaruhi produktivitas pengembang," ungkap Joko.
Ia mengungkapkan, hingga Januari 2025, sebenarnya sudah ada realisasi sekitar 20 ribu penyaluran FLPP yang berjalan. Namun, sebanyak lebih dari 30 ribu Surat Penegasan Persetujuan Penyediaan Kredit (SP3K) kini masih terkatung-katung.
Pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan diharapkan dapat segera melakukan langkah konkret guna mengatasi permasalahan ini. Bagi masyarakat, khususnya kalangan berpenghasilan rendah, kelancaran penyaluran FLPP ini sangat banyak berarti. Tanpa adanya tindakan cepat dan responsif, bukan tidak mungkin, krisis ini akan berdampak lebih luas bagi sektor properti dan ekonomi nasional umumnya. Dari segi hukum hingga pembiayaan, seluruh elemen seakan dihadapkan pada tantangan besar.
Melalui platform informasi seperti detikProperti, publik pun didorong untuk lebih proaktif dalam mengakses informasi dan solusi terkait masalah perumahan ini. Seperti disebutkan, banyak masyarakat yang masih mencari jawaban seputar hukum, konstruksi, hingga pembiayaan terkait kepemilikan properti, yang juga penting untuk terus dipikirkan solusinya oleh seluruh pihak terkait.

Yoga
Insiderindonesia.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.