
JAKARTA - Cuaca ekstrem yang terus melanda berbagai belahan dunia memicu ancaman serius terhadap ketahanan pangan global. Laporan terbaru menunjukkan bahwa peristiwa cuaca anomali ini berpotensi mengganggu pasokan pangan hingga 2025, menyebabkan harga berbagai komoditas pangan melonjak tajam. Para pakar pun telah sejak lama memperingatkan bahwa perubahan iklim akan berdampak signifikan pada ketersediaan pangan di seluruh dunia.
Seperti yang dilaporkan, harga kakao dan kopi mengalami kenaikan harga signifikan hingga 163 persen dan 103 persen sepanjang tahun lalu. Kondisi tersebut terkait erat dengan ketidakpastian cuaca, terutama tingginya curah hujan dan suhu panas di wilayah budi daya bahan baku tersebut. Penelitian oleh perusahaan konsultansi Inverto mengungkapkan bahwa peristiwa cuaca ekstrem dapat menyebabkan hasil panen yang buruk, sehingga mendorong harga komoditas melonjak lebih tinggi.
Lebih lanjut, Inverto memperkirakan bahwa 2024 akan tercatat sebagai tahun terpanas. Kondisi ini diprediksi berlanjut hingga 2025. "Cuaca ekstrem berdampak negatif pada pertanian dan menyebabkan lonjakan harga pangan," ujar Katharina Erfort, salah satu pemimpin di Inverto, dilansir dari The Guardian. Menurutnya, produsen dan ritel pangan dituntut untuk diversifikasi rantai pasokan dan sumber pengadaan mereka, guna meminimalkan risiko ketergantungan pada satu wilayah yang terkena dampak cuaca buruk.
Tak hanya kakao dan kopi, komoditas lain seperti minyak bunga matahari, jus jeruk, dan mentega juga mengalami kenaikan harga. Kekeringan yang melanda Bulgaria serta Ukraina, yang juga menghadapi ketegangan geopolitik dengan Rusia, turut menaikkan harga minyak bunga matahari sebesar 56 persen. Sementara itu, harga daging sapi meningkat seperempat dari harga sebelumnya.
Peter Fallon, pakar ketahanan pangan di University of Bristol dan Met Office, menyatakan bahwa hasil temuan Inverto sesuai dengan perkiraan ilmiah. "Peristiwa cuaca ekstrem global akan semakin sering dan intens selaras dengan peningkatan suhu global," ujar Fallon. Ia menambahkan bahwa panen sangat rentan terhadap cuaca ekstrem, yang pada akhirnya berimplikasi pada masalah ketahanan pangan global.
Max Kotz dari Potsdam Institute for Climate Impact Research juga melihat dampak serupa dari gelombang panas ekstrem terhadap harga pangan. Menurutnya, kenaikan harga beras di Jepang dan sayuran di Cina tahun lalu sebagian besar disebabkan oleh anomali iklim tersebut. "Pasar komoditas sangat terdampak oleh gelombang panas dan kekeringan di negara-negara produsen kakao di Afrika Barat serta penghasil kopi di Brasil dan Vietnam," ungkap Kotz.
Kotz menegaskan bahwa hingga dunia mampu mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan, frekuensi dan intensitas kekeringan serta gelombang panas hanya akan terus meningkat. "Hal ini akan mengakibatkan masalah pertanian dan harga pangan yang lebih besar dari yang kita hadapi saat ini," tambahnya.
Cuaca ekstrem tidak hanya mempengaruhi sektor pertanian dan ekonomi, tapi juga memicu krisis sosial dan politik. Ketidakstabilan harga pangan dapat mengarah pada kerawanan sosial, meningkatkan ketegangan di berbagai wilayah. Oleh karena itu, perlu adanya upaya kolaboratif dari berbagai pemangku kepentingan untuk menangani perubahan iklim dan dampak negatifnya terhadap ketahanan pangan.
Dalam upaya menciptakan solusi yang lebih berkelanjutan, pemerintah, organisasi nirlaba, dan sektor swasta diharapkan dapat bekerja sama. Inovasi di bidang teknologi pertanian, edukasi tentang adaptasi terhadap perubahan iklim, dan kebijakan untuk mengurangi emisi karbon menjadi langkah krusial yang harus diambil.
Salah satu solusi yang bisa diterapkan adalah pengembangan teknologi pertanian yang lebih tahan terhadap cuaca ekstrem. Penggunaan varietas tanaman yang lebih tahan terhadap kekeringan, sistem irigasi yang efisien, serta praktik pertanian berkelanjutan lainnya dapat membantu para petani mengatasi tantangan yang dihadapi.
Pada tingkat kebijakan, pemerintah harus mengambil langkah tegas dalam mendorong pengurangan emisi gas rumah kaca secara global. Perjanjian internasional yang lebih kuat dan komitmen dari berbagai negara menjadi kunci dalam mengatasi dampak perubahan iklim yang berpotensi mengancam ketahanan pangan global.
Dalam konteks ini, edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat tentang dampak perubahan iklim menjadi sangat penting. Dengan pemahaman yang lebih baik, diharapkan masyarakat bisa lebih berperan aktif dalam menjaga lingkungan dan mendukung kebijakan yang berkelanjutan.
Masa depan ketahanan pangan global sangat bergantung pada upaya kolektif untuk mengatasi perubahan iklim. Sekarang adalah saat yang paling tepat untuk bertindak, mengingat ancaman cuaca ekstrem ini tak hanya menjadi masalah regional, melainkan merupakan krisis global yang perlu penanganan segera dan komprehensif.

Yoga
Insiderindonesia.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.