Minggu, 25 Mei 2025

Krisis Model Bisnis Maskapai Penerbangan Murah: Sebuah Tinjauan

Krisis Model Bisnis Maskapai Penerbangan Murah: Sebuah Tinjauan
Krisis Model Bisnis Maskapai Penerbangan Murah: Sebuah Tinjauan

JAKARTA - Model bisnis maskapai penerbangan murah yang telah menjadi pilihan populer bagi banyak traveler dalam beberapa dekade terakhir kini menghadapi tantangan serius. Meskipun berhasil menawarkan penerbangan dengan harga ekonomis tanpa fasilitas mewah, keberlanjutan model ini mulai dipertanyakan seiring dengan peningkatan biaya operasional dan permintaan penumpang yang menginginkan kenyamanan lebih.

Gugatan dan Krisis Akuisisi

Di tengah gempuran persaingan dan peningkatan biaya, kabar penolakan tawaran akuisisi kembali menghampiri Spirit Airlines dan Frontier Airlines. Awal pekan ini, Spirit Airlines menolak tawaran akuisisi senilai 2,16 miliar dolar dari Frontier, yang menyerupai tawaran sebelumnya. Sementara Spirit memberikan tawaran kontra, sayangnya tawaran tersebut tetap ditolak.

Kisah akuisisi ini telah dimulai sejak tahun lalu ketika tawaran pertama Frontier pada tahun 2022, senilai 2,9 miliar dolar, digagalkan oleh tawaran sebesar 3,8 miliar dolar dari pesaingnya, JetBlue. Dampak dari perebutan ini mencapai puncaknya ketika Spirit akhirnya mengajukan kebangkrutan pada November, setelah kerjasamanya dengan JetBlue dihalangi oleh keputusan Departemen Kehakiman AS.

Perubahan Model Bisnis

Maskapai murah terkenal dengan penawaran kursi dengan harga rendah dibandingkan maskapai tradisional, terutama untuk rute domestik dan jarak pendek di sekitar Amerika Serikat. Biaya tambahan diberlakukan untuk layanan seperti bagasi, pemilihan tempat duduk, dan makanan ringan. Namun, tekanan ekonomi dan persaingan yang semakin ketat perlahan mengubah lanskap ini.

Mike Boyd, presiden Boyd Group International dan seorang konsultan penerbangan terkenal mengatakan kepada Yahoo Finance bahwa model ultra-murah "sudah tidak ada lagi karena mereka tidak memiliki biaya ultra-murah." Boyd menambahkan bahwa "model tersebut sedang menguap," mengisyaratkan perubahan besar yang sedang dialami oleh model bisnis maskapai murah.

Tekanan Eksternal dan Internal

Tidak hanya persaingan yang datang dari maskapai besar seperti United, Delta, dan American yang menjadi tantangan. Tekanan biaya juga berdampak signifikan pada operasional. CEO Southwest, Bob Jordan, mengungkapkan dalam sebuah pernyataan bahwa maskapai mengalami "inflasi biaya unit di atas normal," terutama dipengaruhi oleh tarif upah, biaya bandara, dan kesehatan. Southwest mengumumkan target pengurangan biaya sebesar 500 juta dolar untuk tahun 2027.

Hal ini tercermin dari kinerja saham maskapai yang lebih rendah dibandingkan pasar maskapai secara keseluruhan. Di antara maskapai murah, Frontier mencatat kenaikan saham sekitar 15% dalam 12 bulan terakhir, sementara JetBlue turun 5% dan Southwest turun 10%. Bandingkan dengan United Airlines yang naik lebih dari 140% dan Delta yang meningkat 60%.

Pilihan Terbatas di Pasar yang Ketat

Lebih jauh lagi, maskapai murah berada di bawah tekanan karena permintaan perjalanan internasional meningkat. Kelebihan kapasitas di pasar domestik membuat sulit untuk menaikkan harga guna menutupi biaya yang meningkat. "Biaya bahan bakar memotong margin keuntungan. Kelangkaan tenaga kerja meningkatkan biaya personil. Selain itu, persaingan semakin sengit di rute regional," kata Dean Rotchin, CEO dan pendiri BlackJet, sebuah perusahaan pesawat pribadi.

Langkah-Langkah Penyesuaian

Maskapai telah mencoba berbagai strategi untuk beradaptasi. Salah satunya adalah memperluas ke pasar yang berbeda, meskipun hasilnya bervariasi. Boyd menyoroti bahwa Frontier menghadapi persaingan ketat dari maskapai besar di rute-rute utama. "Anda tidak bisa mengoperasikan satu penerbangan sehari antara Charlotte dan Atlanta dan Boston dan berharap berhasil ketika Delta memiliki 12," ujarnya. Boyd menambahkan bahwa pesaing besar memiliki kehadiran pasar yang kuat dengan identitas pelanggan yang solid.

Meskipun demikian, selalu ada konsumen yang mencari diskon dan akan mengambil kesempatan mendapatkan tiket murah. Namun, pertanyaan tetap ada: Apakah cukup untuk menghidupkan kembali model ini?

Dan Bubb, mantan pilot dan sejarawan penerbangan di UNLV Honors College, skeptis dengan masa depan model ini. Rangkaian masalah internal dan eksternal yang dihadapi maskapai murah menunjukkan bahwa perubahan signifikan diperlukan untuk tetap bertahan di industri penerbangan yang semakin kompetitif dan menuntut ini.

Berdasarkan analisis dan kondisi saat ini, masa depan maskapai murah bergantung pada kemampuan mereka untuk menemukan keseimbangan antara menjaga biaya tetap rendah sekaligus memenuhi kebutuhan konsumen yang berubah. Inovasi dalam kenyamanan dan efisiensi mungkin menjadi kunci untuk menjaga relevansi model bisnis ini dalam lanskap penerbangan global yang dinamis.
 

Yoga

Yoga

Insiderindonesia.com adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Pramono Anung Tegaskan Sanksi Bagi ASN Pemprov Jakarta yang Tidak Gunakan Transportasi Umum

Pramono Anung Tegaskan Sanksi Bagi ASN Pemprov Jakarta yang Tidak Gunakan Transportasi Umum

Erick Thohir Ungkap Alasan Jarang Hadiri Laga Liga 1, Tegaskan Dukungan Netral dan Apresiasi untuk Persib

Erick Thohir Ungkap Alasan Jarang Hadiri Laga Liga 1, Tegaskan Dukungan Netral dan Apresiasi untuk Persib

ESDM Bidik Dua Sumber Minyak Baru di Natuna, Dorong Target Lifting Nasional Capai 1 Juta Barel per Hari

ESDM Bidik Dua Sumber Minyak Baru di Natuna, Dorong Target Lifting Nasional Capai 1 Juta Barel per Hari

BRI Salurkan Infrastruktur Digital ke SMP di Lombok Utara, Perkuat Akses Pendidikan di Daerah 3T

BRI Salurkan Infrastruktur Digital ke SMP di Lombok Utara, Perkuat Akses Pendidikan di Daerah 3T

Lion Air Pastikan Penerbangan Haji 2025 Tak Lewati Wilayah Udara Pakistan dan India Utara

Lion Air Pastikan Penerbangan Haji 2025 Tak Lewati Wilayah Udara Pakistan dan India Utara