Petani Semangka di Rusia Minta Pemerintah Buka Keran Pekerja Migran untuk Amankan Ketahanan Pangan

Kamis, 01 Mei 2025 | 14:54:15 WIB
Petani Semangka di Rusia Minta Pemerintah Buka Keran Pekerja Migran untuk Amankan Ketahanan Pangan

JAKARTA - Pemerintah Rusia sedang mempertimbangkan untuk mengizinkan daerah Astrakhan Oblast mendatangkan lebih banyak pekerja migran guna mendukung sektor pertanian, khususnya produksi semangka. Langkah ini diambil untuk menjaga ketahanan pangan negara dan memastikan bahwa produksi buah dan sayur tetap berjalan lancar, seiring dengan penurunan signifikan jumlah pekerja migran di negara tersebut.

Berita yang dilaporkan oleh media RBC pada Kamis ini mengungkapkan bahwa Astrakhan Oblast, yang terletak di bagian selatan Rusia, adalah salah satu wilayah yang dikenal sebagai pusat utama produksi semangka. Dalam surat yang dikirimkan oleh pemerintah setempat kepada Moskwa, petani semangka di wilayah tersebut menyuarakan keprihatinannya mengenai berkurangnya jumlah pekerja migran yang bekerja di lahan pertanian.

Penurunan Pekerja Migran Berdampak pada Pertanian

Sejak 2024, Rusia mengalami penurunan drastis dalam jumlah pekerja migran, yang hanya tercatat sekitar 2,3 persen dari total pekerja migran yang ada. Penurunan ini disebabkan oleh sejumlah faktor, salah satunya adalah serangan teroris yang terjadi di gedung konser Crocus, Moskwa, pada Maret 2024. Empat pekerja migran dari Tajikistan yang terlibat dalam serangan ini diketahui memiliki afiliasi dengan kelompok teror Negara Islam Khorasan. Setelah insiden tersebut, Moskwa menerapkan kebijakan yang lebih ketat terhadap pekerja migran, yang mengakibatkan berkurangnya jumlah tenaga kerja asing di sektor-sektor tertentu.

Akibat dari penurunan jumlah pekerja migran ini, lahan pertanian yang sebelumnya digarap berkurang, yang berpotensi mengancam ketahanan pangan Rusia. Dalam suratnya, pemerintah Astrakhan Oblast menegaskan bahwa kurangnya tenaga kerja berdampak langsung pada produktivitas pertanian dan ketersediaan pangan di negara tersebut. "Minimnya pekerja migran membuat lahan yang digarap berkurang. Ini akan memengaruhi kedaulatan pangan di negara kita," demikian kutipan dari surat yang dikirimkan kepada pemerintah pusat di Moskwa.

Pemerintah Rusia Pertimbangkan Pembukaan Keran Pekerja Migran

Pemerintah Rusia tampaknya akan merespons permintaan ini, meskipun keputusan final masih belum diambil. Sejumlah pejabat pemerintah Rusia, termasuk di Kremlin, mengungkapkan bahwa mereka sedang mempertimbangkan untuk membuka kembali keran pekerja migran, dengan batas maksimum pekerja migran di suatu wilayah sebesar 40 persen. Langkah ini dirasa perlu mengingat pentingnya sektor pertanian bagi ketahanan pangan nasional.

Namun, situasi ini terjadi di tengah kondisi ekonomi yang penuh tantangan bagi Rusia, termasuk dampak dari perang yang sedang berlangsung dan inflasi yang diperkirakan mencapai 10 persen pada tahun ini. Bank sentral Rusia juga tengah berupaya mengendalikan harga kebutuhan pokok yang semakin melonjak.

Pekerja Migran: Solusi untuk Tenaga Kerja Sektor Pertanian

Keberadaan pekerja migran di Rusia sudah lama menjadi solusi utama untuk mengisi kekurangan tenaga kerja di sektor-sektor tertentu, terutama di pertanian dan peternakan. Menurut laporan BBC, pada 1 November 2019, pekerja migran dari negara-negara seperti China telah mengisi banyak posisi di pertanian dan peternakan di Rusia Timur. Meskipun jumlah pekerja migran di Rusia lebih sedikit dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya, kontribusi mereka sangat besar dalam menjaga sektor pertanian tetap produktif.

Pekerja migran sering kali mengisi pekerjaan musiman di sektor pertanian, seperti panen buah-buahan dan sayuran, yang membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah besar selama musim tertentu. Dalam beberapa kasus, seperti yang tercatat di wilayah Siberia, pekerja migran dari China telah membantu membangkitkan kembali sektor pertanian yang sebelumnya terpuruk sejak runtuhnya Uni Soviet.

Namun, meskipun pekerja migran memainkan peran penting dalam sektor pertanian, keberadaan mereka tidak lepas dari masalah sosial. Di beberapa daerah, seperti yang diungkapkan oleh Ivanovich, seorang warga desa Dimitrovo, hubungan antara pekerja migran dan penduduk lokal cenderung terpisah. “Kami tidak sempat bersosialisasi karena mereka pergi kerja subuh-subuh dan baru pulang di malam hari,” katanya, menggambarkan kesulitan dalam membangun hubungan sosial dengan pekerja migran yang hanya bekerja musiman.

Dampak Negatif dari Kurangnya Asimilasi Sosial

Menurut Aleksander Larik, seorang pemilik lahan pertanian di Rusia, banyak pengusaha yang lebih memilih pekerja migran dari China karena kedisiplinan dan etos kerja yang tinggi. "Mereka tidak punya kebiasaan mabuk-mabukan, selalu datang kerja tepat waktu, dan rajin," ujarnya. Meskipun demikian, ketidakhadiran proses asimilasi sosial antara pekerja migran dan masyarakat lokal menciptakan ketegangan sosial. Para pekerja migran cenderung tinggal sementara di daerah tersebut dan pulang setelah musim panen berakhir, sehingga jarang berinteraksi dengan komunitas setempat.

Selain pekerja migran yang datang dari Asia, Rusia juga mulai membuka program penerimaan imigran dari negara-negara Barat. Sejak 2023, sekitar 3.500 imigran dari negara-negara seperti Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat telah pindah ke Rusia. Mereka umumnya berasal dari keluarga yang mencari lingkungan yang lebih konservatif. Salah satunya adalah keluarga Feenstra dari Kanada, yang memutuskan untuk pindah ke Rusia karena nilai-nilai sosial yang lebih sejalan dengan pandangan mereka.

Terkini