JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan keprihatinannya terkait fenomena melonjaknya harga gas LPG 3 kg di pasaran. Meski pemerintah telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk memastikan bahwa rakyat mendapatkan akses energi dengan harga terjangkau, ternyata praktik nakal masih marak terjadi di beberapa daerah. Hal tersebut menimbulkan beban ekonomi tambahan bagi masyarakat yang seharusnya tidak terjadi.
Telah dilaporkan bahwa di beberapa wilayah seperti Yogyakarta dan Semarang, gas LPG 3 kg dijual dengan harga mencapai Rp28.000 hingga Rp35.000 per tabung, jauh melampaui batas yang telah ditentukan pemerintah. Harga tersebut dianggap tidak wajar mengingat pemerintah telah memberikan subsidi signifikan untuk menjaga harga di tingkat konsumen.
“Jadi satu tabung LPG 3 kg itu kita subsidi kurang lebih sekitar Rp 6.000, idealnya harga ini sampai di rakyat tidak lebih Rp16.000,” ujar Bahlil dalam sebuah wawancara. Subsidi ini bertujuan untuk meringankan beban masyarakat, terutama mereka yang termasuk dalam golongan ekonomi lemah. Harga asli gas yang diimpor dari Saudi Aramco juga sudah diatur, yaitu sekitar Rp16.000 hingga Rp17.000 per kilogram, sementara negara memberikan subsidi Rp4.250 per kilogramnya.
Namun, realitas di lapangan berbeda. “Tapi apa yang terjadi, rakyat kita beli dengan harga yang mohon maaf Rp25.000, Rp23.000, ada yang Rp30.000 jadi kita ini mengambil hak rakyat, seluruh rakyat bayar lebih,” ucap Bahlil menegaskan.
Menteri Bahlil, yang pernah merasakan kehidupan sulit di masa kecilnya, menekankan bahwa fenomena harga di atas HET ini sama saja dengan mengambil hak rakyat secara tidak adil. “Ya saya sebagai mantan orang miskin yang dibesarkan dalam keluarga yang susah, tidak rela ini terjadi,” tambahnya berapi-api.
Dalam penyampaian angkanya, Bahlil menjelaskan bahwa anggaran subsidi LPG yang disalurkan pemerintah mencapai puluhan triliun setiap tahunnya. “Subsidi Rp80 triliun, Rp84 triliun, Rp87 triliun. Tahun 2023 itu Rp87 triliun,” jelas Bahlil. Nominal ini menggambarkan betapa besar komitmen pemerintah dalam upaya menyejahterakan rakyat melalui kebijakan energi yang terjangkau.
Semua ini mengindikasikan bahwa meskipun kebijakan subsidi telah berjalan sejak 2007, pelaksanaannya tidak tanpa tantangan. “Dan untuk LPG ini sejak 2007 diterapkan sampai sekarang harganya nggak naik-naik, jadi harga yang kita kasih ke masyarakat itu hanya Rp4.250 per kilogram,” tambahnya. Pemerintah berupaya menjaga kestabilan harga di tengah fluktuasi pasar internasional, namun tindakan oknum nakal di tingkat distribusi membuat usaha ini menjadi lebih sulit.
Dengan adanya situasi seperti ini, Bahlil menekankan perlunya pengawasan lebih ketat dan penerapan hukum yang tegas terhadap pelaku penyelewengan. Pemerintah diharapkan dapat bertindak cepat guna mencegah kerugian lebih besar pada masyarakat, terutama kalangan yang seharusnya menjadi penerima manfaat utama subsidi tersebut.
Kesadaran dan sinergi diperlukan, baik dari pihak pemerintah, penegak hukum, hingga konsumen akhir, agar subsidi yang dianggarkan dari APBN dapat benar-benar dinikmati oleh seluruh rakyat yang membutuhkan. Adanya kenaikan harga yang tidak sesuai aturan jelas membuat beban ekonomi masyarakat menjadi lebih berat.
Dalam jangka panjang, upaya edukasi mengenai pentingnya kesadaran kolektif dalam menjaga kestabilan harga di tingkat konsumen juga harus digalakkan. Ini tidak hanya menjadi tugas pemerintah, tetapi seluruh elemen masyarakat untuk turut serta mengawasi dan mengoreksi apabila terjadi penyimpangan di lapangan.
Keberlangsungan subsidi semata tidak bisa menjamin kesejahteraan jika distribusinya tidak merata dan terdistorsi oleh praktik-praktik curang. Kesadaran kolektif dan tindakan tegas dari seluruh pihak terkait akan menjadi tolok ukur keberhasilan kebijakan subsidi energi ini. Diharapkan ke depan, subsidi yang dialokasikan benar-benar mampu menjadi jembatan untuk kesejahteraan rakyat yang merata dan berkeadilan.