JAKARTA - Di tengah gejolak pasar global, Bank Sentral Tiongkok atau People's Bank of China (PBoC) mempertahankan kebijakan suku bunga acuan pinjaman stabil. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya mempertahankan kestabilan ekonomi negara di tengah tekanan aliran modal keluar yang meningkat drastis. Fenomena ini terjadi di saat mata uang Yuan berada di bawah tekanan kuat, dipicu oleh lonjakan aliran keluar valuta asing yang signifikan. Bulan lalu, kebijakan tarif dari mantan Presiden AS, Donald Trump, memberikan pengaruh cukup besar pada pasar, menyebabkan mata uang Tiongkok tersebut terseok-seok.
Data dari sektor perbankan domestik menunjukkan bahwa aliran keluar mata uang asing mencapai angka neto sebesar 39,2 miliar dolar Amerika Serikat, yang merupakan penurunan bulanan terbesar sejak Juli. Perusahaan riset dan investasi global, Goldman Sachs, memperkirakan bahwa kerugian sesungguhnya bisa mencapai angka mendekati 82 miliar dolar AS, suatu kenaikan signifikan dari bulan Desember. Hal ini menimbulkan kekhawatiran mengenai kemungkinan adanya "pelarian modal" dari investor, meskipun PBoC tampaknya siap menghadapinya.
Langkah konkret yang diambil oleh bank sentral adalah dengan tetap menjaga suku bunga pinjaman satu tahun pada tingkat 3,1 persen dan Loan Prime Rate (LPR) lima tahun pada 3,6 persen. Gubernur PBoC, Pan Gongsheng, menegaskan pentingnya menjaga stabilitas Yuan sebagai langkah krusial bagi keamanan keuangan global. Dalam sebuah konferensi yang dihadiri gubernur di Arab Saudi, Pan menyebutkan bahwa menjaga stabilitas Yuan sangat penting, seiring dengan langkah kebijakan ekonomi Tiongkok yang kini bergeser fokus pada peningkatan konsumsi domestik.
Menghadapi tantangan dari kebijakan tarif baru dari pemerintahan Trump yang memberlakukan tarif tambahan sebesar 10 persen pada semua impor Tiongkok, sektor ekonomi Tiongkok menghadapi tekanan besar. Total tarif yang dikenakan kini mencapai hingga 25 persen, menambah deretan tantangan ekonomi domestik Tiongkok. Menurunnya nilai Yuan mungkin dapat memberikan stimulus bagi sektor ekspor Tiongkok, tetapi di sisi lain, hal ini justru dapat memperburuk kondisi biaya impor, terutama ketika permintaan konsumen domestik masih belum stabil.
Di sisi lain, mata uang Yen Jepang menunjukkan penguatan yang dinilai signifikan. Ini selaras dengan meningkatnya imbal hasil surat utang pemerintah Jepang (JGB) dengan tenor 10 tahun yang mencapai angka tertinggi sejak November 2009, sebesar 1,44 persen. Para trader lokal kini memasuki mode bearish untuk obligasi Jepang dengan spekulasi adanya kenaikan suku bunga lebih lanjut dari Bank of Japan (BoJ) pada tahun 2025. Dorongan ini diperkuat dengan pernyataan salah satu anggota dewan BoJ, Hajime Takata, yang menyerukan kenaikan suku bunga guna menjaga inflasi tetap terkendali.
Namun demikian, bagi banyak analis, pergerakan yen ini mungkin bukan segala-galanya. Sejumlah pengamat memperingatkan agar berhati-hati, melihat tren pembalikan yang sering terjadi di pasar Tokyo. Situasi ini menimbulkan pertanyaan, apakah tren kenaikan yen merupakan situasi sesaat atau pertanda perubahan jangka panjang.
Dengan latar belakang ini, PBoC berada di posisi penting untuk memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil sesuai dengan tujuan utama mereka, yaitu kestabilan ekonomi dan keuangan dalam negeri. Kebijakan saat ini menunjukkan langkah hati-hati dalam menyeimbangkan kebutuhan ekspor dengan tantangan impor, serta bagaimana menjalankan kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif. Ke depannya, perhatian besar diperlukan untuk mempertahankan kestabilan ekonomi makro di tengah tekanan eksternal yang terus berkembang.
Untuk Tiongkok, mengelola stabilitas keuangan adalah tantangan yang terus berlanjut terutama ketika dihadapkan dengan aliran modal yang cenderung volatil, serta pergulatan dengan negara-negara besar lainnya di dunia. Pengaruh global terhadap ekonomi Tiongkok adalah suatu kenyataan yang tak bisa dihindari, dan PBoC harus terus berada di garda depan untuk memastikan stabilitas keuangan tetap terjaga.
Dengan langkah-langkah strategis ini, Tiongkok berusaha menavigasi perekonomiannya di tengah situasi global yang tidak menentu. Ini adalah tugas berat yang harus ditangani dengan hati-hati, terutama di saat ketidakpastian ekonomi global masih terus berlanjut. PBoC berkomitmen untuk tetap siaga dalam menjaga stabilitas ekonomi dan menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh faktor-faktor eksternal. Dalam segala kebijakan yang diambil, kesigapan dan ketepatan waktu adalah kunci utama dalam menjaga keseimbangan ekonomi Tiongkok di tengah arus perubahan global.