JAKARTA - Industri pinjaman online atau pinjol kembali menjadi pusat perhatian setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan adanya peningkatan signifikan pada angka kredit macet di bulan Desember 2024. Angka kredit macet tersebut mencapai Rp2,01 triliun, sebuah lonjakan yang sangat mengkhawatirkan bagi industri keuangan di Indonesia. Laporan ini terutama menyoroti kontribusi besar dari peminjam individu yang mencapai 74,74 persen dari total kredit macet, dengan sebagian besar berasal dari kelompok usia muda dan produktif, yaitu kisaran 19 hingga 34 tahun.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya dari OJK Agusman menuturkan bahwa di dalam kategori peminjam individu tersebut, kelompok usia 19 hingga 34 tahun menyumbang sebesar 52,01 persen, sedangkan rentang usia 35 hingga 54 tahun memiliki porsi sebesar 41,49 persen. Pernyataan ini tentu saja memberikan gambaran yang memprihatinkan mengenai perilaku keuangan generasi muda yang seharusnya berada dalam tahap membangun stabilitas keuangan, tetapi justru banyak yang terjerat dalam lingkaran utang digital.
Menurut Agusman, salah satu faktor utama yang mempengaruhi tingkat kredit macet atau TWP90 pada borrower individu adalah rendahnya kemampuan membayar dari para peminjam. Situasi ini diperparah dengan kelemahan dalam sistem kredit scoring dan proses penagihan dari penyelenggara pinjol. Pada bulan Desember 2024, tercatat adanya 22 penyelenggara pinjaman online yang memiliki tingkat wanprestasi atau TWP90 di atas 5 persen, meningkat satu entitas dibandingkan periode sebelumnya pada November 2024.
Guna menjaga stabilitas dan kesehatan industri pinjaman online, OJK terus melakukan pemantauan secara ketat terhadap kualitas pendanaan di industri ini. Salah satu langkah yang telah diambil adalah dengan mengatur mekanisme penyaluran pendanaan. Berdasarkan Surat Edaran OJK Nomor 19 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan LPBBTI, seorang peminjam hanya diperbolehkan mendapatkan dana dari maksimum dua penyelenggara pinjol. "OJK senantiasa melakukan pengawasan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memastikan kepatuhan penyelenggara peminjaman online terhadap ketentuan," ujar Agusman.
Pengawasan ini dilakukan agar penyelenggara pinjaman online tetap beroperasi sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan oleh OJK. Agusman menambahkan bahwa jika ditemukan pelanggaran dalam proses pengawasan, maka penyelenggara yang bersangkutan akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Langkah ini diambil agar tercipta ekosistem pinjaman online yang sehat dan transparan sekaligus melindungi semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Mengamati data yang ada, industri fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online memang mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Pada Desember 2024, tercatat pertumbuhan outstanding pembiayaan sebesar 29,14 persen secara year on year dengan nominal mencapai Rp77,02 triliun. Namun, pertumbuhan ini tidak hanya terjadi pada penyaluran dana kepada individu saja. OJK mencatat bahwa porsi pembiayaan kepada sektor produktif mencapai 30,19 persen dari total penyaluran pendanaan.
Tren ini menunjukkan bahwa pinjaman online tidak hanya menjadi solusi bagi kebutuhan konsumtif individu, tetapi juga telah berperan dalam mendukung sektor produktif. Jika dilakukan dengan pengelolaan yang baik, pinjaman online berpotensi menjadi sarana peningkatan ekonomi yang signifikan. Namun demikian, risiko dan tantangan yang ada harus terus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan masalah yang lebih besar di kemudian hari.
Oleh karena itu, semua pihak, baik penyelenggara pinjaman online, peminjam, dan regulator seperti OJK, harus berkolaborasi dan terus menjalankan peran masing-masing dengan sebaik-baiknya. Ini penting agar industri pinjaman online dapat terus berkembang dengan sehat dan memberikan manfaat maksimal bagi seluruh lapisan masyarakat. Bagi generasi muda khususnya, penting untuk terus meningkatkan literasi keuangan agar mampu mengelola keuangan dengan bijak dan terhindar dari jeratan utang yang tidak diinginkan.
Melalui langkah-langkah pengawasan dan regulasi yang ketat, diharapkan ke depan tidak ada lagi peningkatan dramatis dalam angka kredit macet di industri pinjaman online. Edukasi yang berkelanjutan mengenai manajemen keuangan dan risiko pinjaman online hendaknya menjadi perhatian utama agar generasi muda dapat memanfaatkan potensi dari layanan ini secara optimal tanpa terjebak dalam kesulitan finansial. Dengan demikian, peran pinjaman online dalam perekonomian dapat berjalan sesuai dengan harapan, berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.